Kamis, 16 Januari 2014

PROSTITUSI DI LINGKUNGAN MASYARAKAT PEDESAAN

PROSTITUSI DI LINGKUNGAN MASYARAKAT PEDESAAN 

Penulis  : ADIANTI (1201045014)
Kelas    : 3N PGSD 


Prostitusi merupakan salah satu bentuk penyimpangan sosial dengan gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. Prositusi bisa di sebut sebagai penyakit masyarakat yang enggan orang membahasnya, terutama di negara Indonesia , mayoritas penduduknya adalah Islam yang ajarannya menentang segala bentuk kemaksiatan termasuk prostitusi. Pada kenyataannya prostitusi menjadi ajang bisnis yang terus berkembang, baik yang praktiknya memang dipusatkan atau dengan sengaja dibuat lokalisasi, maupun prostitusi rumahan dikelola sendiri, yang tersebar di rumah penduduk dalam suatu desa.
Prostitusi biasanya ditawarkan kepada para wanita belia di desa-desa, mereka diiming-imingi untuk mendapatan pekerjaan di kota, biasanya dijanjikan menjadi pembantu rumah tangga, buruh pabrik, pelayan restoran, atau lainnya. Akan tetapi, banyak yang sengaja dijerumuskan oleh calo ke dalam praktik prostitusi, hal ini salah satu penyebabnya adalah pendidikan di desa yang masih rendah, masyarakat desa masih beranggapan bahwa pendidikan bagi wanita bukanlah hal yang penting, karena apabila wanita telah menikah ia akan ikut suami dan kemudian menjadi ibu rumah tangga.
Remaja di desa masih belum banyak yang dapat menentukan pilihannya sendiri. Apabila nantinya terjebak dalam jerat prostitusi ini akan menyudutkan mereka dalam posisi dilematis , terjadi pertarungan antara nalurinya yang pasti tidak mau bercita-cita menjadi PSK, di sisi lain ia mesti mengabdikan dirinya sebagai salah satu penopang keluarga.
Perkembangan seksual yang terjadi pada remaja menunjukkan perubahan yang signifikan mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Perubahan seksual yang terjadi pada masa pubertas inilah yang bertanggung jawab atas adanya dorongan-dorongan seksual. Dorongan masalah seksual masih dipersulit dengan banyaknya tabu sosial sekaligus kekurangan pengetahuan yang benar tentang seksualitas.

Beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya prostitusi antara lain sebagai berikut :
1. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan atau di luar pernikahan. Yang dilarang dan diancam dengan hukuman ialah: praktik germo (Pasal 296 KUHP) dan mucikari (Pasal 506 KUHP). KUHP 506: Barang siapa yang sebagai mucikari mengambil untung dari perbuatan cabul seorang perempuan, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun. Namun, dalam praktik sehari-hari, pekerjaan sebagai mucikari ini selalu ditoleransi, secara konvensional dianggap sah ataupun dijadikan sumber pendapatan dan pemerasan yang tidak resmi.
2. Adanya keinginan dan dorongan manusia untukk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya diluar ikatan perkawinan.
3. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks. Jadi, seks dijadikan alat yang jamak guna (multipurpose) untuk tujuan-tujuan komersialisasi di luar perkawinan.
4. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat-saat orang mengenyam kesejahteraan hidup; dan ada pemutarbalikan nilai-nilai pernikahan sejati.
5. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat manusia.
6. Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitasi kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil.
7. Peperangan dan masa-masa kacau (dikacaukan oleh gerombolan-gerombolan pemberontak) di dalam negeri meningkatkan jumlah pelacuran.

 Faktor-Faktor Penyebab Seorang menjadi Prostitusi
Beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain :
1. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan medapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang pengertian, kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga menghalalkan pelacuran.
2.   Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, histeris dan hyperseks sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria.
3. Adanya tekanan ekonomi
4. Aspirasi material yang tinggi, sehingga ingin hidup bermewah-mewahan namun malas bekerja.
5. Banyak stimulasi seksual dalam bentuk : Film-film biru, gambar-gambar porno, bacaan cabul dll. 
6. Pekerjaan seorang pelacur tidak memerlukan keterampilan, tidak meerlukan intelegensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang yang bersangkutan memiliki kecantikan, kemudaan dan keberanian.
7. Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau melakukan hubungan seks sebelum perkawinan untuk sekedar iseng atau untuk menikmati masa indah dikala muda.
8. Disorganisasi dan Disintegrasi dari kehidupan keluarga, broken home. Sehingga anak gadis mereka sangat sengsara batinnya, tidak bahagia, memberontak, lalu menghibur diri terjun dalam dunia pelacuran.
9. Oleh pengalaman-pengalaman traumatis dan shock mental, misalnya dimadu dalam perkawinan, ditipu, sehingga muncul kematangan seks yang terlalu dini.

 Ternyata Kita bisa jumpai di dalam masyarakat berapa alasan mengapa orang bisa terlibat dalam tindakan prostitusi ini. Mira misalnya,  Dia adalah seorang mahasiswi di salah satu Universitas Swasta di medan . Saat ini ia berusia 21 tahun. Dia terlahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Ayahnya bekerja sebagai tukang becak mesin sedangkan ibunya sebagai pembantu rumah tangga.
Alasan Mira melakukan pekerjaan ini adalah kesulitan keuangan yang di alami keluarganya dan beberapa faktor lain sebagai penyebabnya yaitu ayahnya yang jarang sekali memberi uang belanja kepada ibunya dan juga kelakuan ayahnya yang suka mabuk-mabukaan serta sering bermain dengan perempuan lain. Ketika Mira duduk di bangku kelas 3 SMA, uang sekolahnya sudah nunggak selama 3 bulan karena gaji ibunya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan mereka sementara ayahnya jarang pulang ke rumah dan jarang pula memberi  uang.
Sewaktu jam istirahat di sekolahnya, Mira bercerita kepada temannya tentang masalah yang sedang ia alami itu. Kemudian, temannya yang ternyata sudah sering melakukan hubungan seks mengajak Mira untuk bekerja dengan dia. Hingga suatu hari Mira diperkenalkan dengan seorang Lelaki yang kira-kira usianya 30 tahunan, itulah pertama kalinya Mira memberikan kesuciannya atau kehilangan keperawanannya. Pada saat itu Mira di bayar sekitar 5 juta rupiah oleh lelaki itu, tetapi Mira hanya menerima 3 juta rupiah, 2 jutanya lagi diambil sama temannya yang memberi dia pekerjaan itu karena dianggap sebagai bayar jasa. Semenjak itu lah Mira sering ditawarkan kepada “om-om” oleh temannya itu. Dari hasil pekerjaan itu pula dia mampu membayar uang sekolahnya bahkan membiayai sekolah adiknya. Tapi hal ini tidak diketahui oleh orang tua Mira karena orang tuanya mengetahui kalau dia bekerja di sebuah restauran.
Hingga sampai saat ini, Mira mampu kuliah karena uang yang di hasilkannya dari pekerjaannya itu. Dikampus pun teman-teman Mira yang mengetahui pekerjaannya hanya beberapa orang saja. Mira jarang nongkrong-nongkrong untuk mencari pelanggan, biasanya temannya yang memberi tahu dia kalau ada pelanggan. Namun sekali-sekali ia juga mau berdiri di pinggir jalan sambil menunggu pelanggannya. Mira juga sering melayani orang-orang yang baru dikenalnya lewat akun facebook samarannya, dari situ dia juga sering mendapat pelanggan. Tarif yang diterimanya pun tidak menentu, kadang ada yang memberi banyak namun ada pula yang memberi sedikit yaitu sekitar 200 ribu hingga 1 juta rupiah.  Jadi,  kira-kira dalam sebulan Mira memperoleh pedapatan 2 juta rupiah. Biasanya dalam sehari Mira melayani 2 orang laki-laki paling sedikit, ia juga pernah  melayani 4 laki-laki dalam sehari dan itu biasanya hari sabtu dan minggu karena Mira tidak ke kampus pada hari itu. Pada saat ditanya apakah ada keinginan untuk berhenti dari pekerjaan ini, Mira menjawab kalau dari lubuk hatinya paling dalam ingin berhenti menggeluti pekerjaan ini ketika telah menyelesaikan kuliahnya.

Penanggulangan Prostitusi
usaha untuk mengatasi masalah Prostitusi ini dapat dibagi menjadi dua, Yaitu :

1.    Tindakan yang bersifat preventif
Usaha yang bersifat preventif diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya pelacuran. Usaha ini antara lain berupa :
1. Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau penyelenggaraan pelacuran.
2.   Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian.
3.   Menciptakan bermacam-macam kesibukan dan kesempatan rekreasi.
4. Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita, disesuaikan dengan kodrat dan bakatnya.
5.  Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam  kehidupan  keluarga.
6.  Pembentukan badan atau tim koordinasi dari semua usaha penanggulangan pelacuran yang dilakukan oleh beberapa instansi sekaligus mengikutsertakan potensi masyarakat lokal.
7. Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul, gambar-gambar porno,  film-film biru serta sarana-sarana lainnya yang merangsang nafsu seks.
8.   Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.

2.     Tindakan yang bersifat represif dan kuratif
usaha yang represif dan kuratif dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menekan (menghapuskan, menindas) dan usaha menyembuhkan para wanita dari ketunasusilaan untuk kemudian membawa mereka ke jalan yang benar. Usaha represif dan kuratif ini antara lain berupa :
1)Melalui lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melakukan pengawasan/kontrol yang ketat.
2)Diusahakan melalui aktivitas rehabilitas dan resosialisasi, agar mereka bisa dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila.
3)Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi para wanita tunasusila yang terkena razia.
4)Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap.
5)Menyediakan lapangan kerja baru.
6)Mengadakan pendekatan terhadap pihak keluarga para pelacur dan masyarakat asal mereka mau menerima kembali bekas-bekas wanita tunasusila itu. 
7)Mencari pasangan hidup yang permanen/suami bagi para wanita prostitusi. 



Referensi

Kartono, Kartini. 2003. Patologi Sosial. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Soedjono, D. 1974. Patologi Sosial. Bandung : Alumni Bandung.


2 komentar: