AISYAH
PUTRI KARIMAH
1201045029
ETNISITAS DAN MASALAH DISINTERGRASI
SOSIAL
(Kerusuhan massal yang terjadi di Indonesia)
Kalimantan
Barat
Kasus
kalimantan Barat berbeda dengan kasus yang terjadi di Timor Timur dan Aceh, namun
memiliki sedikit kesamaan dengan kasus ambon ,jika kasus Timor Timur dan Aceh
sarat akan muatan “nasionalisme lokal” atau sentimentil separatisme yang
kuat,kasus Kalimantan Barat cukup diwarnai oleh konflik etnik yang mengakar
antara penduduk asli Dayak (yang kemudian didukung oleh masyarakat melayu ) dan
masyarakat pendatang madura ,faktor keagamaan jelas tidak begitu penting dalam
konflik ini ,karena ketiga etnik yang terlibat dalam kerusuhaan massal tersebut
tidak dibedakan atas garis keagamaan ,kelompok pertama terdiri dari masyarakat
Dayak ,yang sebagian besar beragama kristen dan masyarakat Melayu yang beragama
islam ,kelompok ke dua adalah masyarakat Madura –yang sebagaimana masyarakat
melayu beragama islam ,karena itu ,faktor faktor yang memotivasi kerusuhaan
massal di kalimantan Barat bukan masalah keagamaan melainkan masalah Etnik.
Namun
,seseorang harus berhati-hati sebelum menyimpulkan bahwa kerusuhan di
kalimantan barat memang disebab kan oleh faktor etnisitas semata
,kenyataanya,faktor etnik baru muncul belakangan ketika akar konflik mulai
memanas,motif etnik –kelihatanya-jarang menjadi point utama untuk menjustifikasi
konflik dan kekerasan antara 2 kelompok ,masing –masing kelompok etnik membuat
stereotip terhadap etnik lainya ,yang digunakan sebagai justifikasi untuk
menyerang kelompok lain.
Mempertimbangkan ini semua
,kasus kalimantan barat sama sekali tidak berhubungan dengan kemunculan
nasionalisme lokal dan pemisahan diri,kasus tersebut secara umum disebabkan
oleh deprivasi ekonomi yang dikemas dengan etnisitas.
Kerusuhan
massal Kalimantan Barat kebanyakan terjadi di daerah sambas dan Pontianak di
akhir tahun 1996,dan terus berlanjut hingga awal 1997.skala kerusuhan belum
pernah terjadi sebelumnya ,dilaporkan bahwa lebih dari 1.720 orang terbunuh di
Sanggau Ledo(sambas),peristiwa banyaknya orang yang terbunuh sebagai akibat
dari kerusuhan ,Sanggau Ledo ini,mulai pula merasuk kedaerah-daerah lain
dikalimantan Barat,khususnya Pontianak ,ibu kota provinsi Kalimantan Barat
,lebih jauh ,rumah-rumah dan bangunan bangunan milik masyarakat madura-yang tak
terhitung jumlahnya – dirusak total,serta ribuaan masyarakat madura diusir dan
harus dievakuasi secara permanen dari wilayah Sambas dan pontianak ,Mereka
sebagaian besar masih ditempatkan di kamp-kamp pengungsian untuk sementara ,hal
ini merupakan penderitaan kemanusiaan yang cukup disayangkan ,kebanyakan
pengungsi madura tidak bisa pulang ke madura ,karena dilahirkan di Kalimantan
barat ,dan tidak lagi memilliki keluarga serta harta benda di tanah kelahirannya
itu
Meskipun
kerusuhan berskala besar ini menimbulkan penderitaan ,kerusuhaan massal antara
masyarakat Dayak danmasyarakat madura ini merupakan hal baru ,selama 47 tahun
terakhir ,setidaknya tercatat 11 insiden kerusuhaan massal terjadi,meskipun
pada skala lebih rendah ,ini berarti ,rata-rata sebuah pertikaian terjadi
setiap 5 tahun sekali,karena itu ,konflik dan kerusuhaan massal sudah menjadi
unsur paten dalam hubungan antaretnik di Kalimantan Timur.
Bagaimana
kita menjelaskan kasus kalimantan barat ?tak ada satu penjelasan pun yang dapat
menjawabnya pertanyaan tersebut ,penjelasan terhadap kasus tersebut tidak hanya
terletak pada berbagai faktor dikalimantan timur sendiri ,melainkan juga
kebijakan-kebijakan pemerintah pusat di jakarta, pada tingkat kalimantan barat
,tidak ada keraguan bahwa konflik dan kekerasan massal berakar dari hubungan
yang tidak lazim antar penduduk asli Dayak dan pendatang baru Madura
,sebagaimana disebutkan sebelumnya ,konflik antara kedua kelompok etnik
tersebut mengakibatkan konflik dan pertikaian yang datang dan pergih selama
lebih dari 50 tahun terakhir,dalam konteks ini ,pertikaian berdarah 1997-1998
bukan merupakan hal baru ,namun lebih merupakan pengulanganmasalah-masalaah
sebelumnya yang tak terselesaikan .
Perbedaan
budaya antara kedua kelompok etnik tersebut kelihatanya merupakan faktor
terpenting disamping hubungan tidak lazim diantar mereka,di Kalimantan Barat
,secara umum masyarakat madura dipandang agresif,keras kepala,licik,dan tidak
menghormati budaya,kebiasaan dan sensitivitas penduduk lokal ,masyarakat madura
juga diduga keras membawa celurit kemana pun mereka pergih ,stereotip
masyarakat madura ini tentunya bukan merupakan hal baru, sejak zaman penjajahan
belanda ,stereotip masyarakat madura tetap tidak berubah ,stereotip masyarakat
madura tersebut menjelaskan 2 kemungkinan saja ,yaitu : pertama bahwa stereotip
tersebut memang benar dan merupakan bagian dari masyarakat madura ;atau
kedua,bahwa masyarakat madura tidak berubah meskipun telah bertempa tinggal
diluar kampung halamanya ,yaitu kalimantan barat.
Disisi
lain ,banyak orang luar termaksud etnik jawa atau mungkin juga madura
menciptakan stereotip tersendiri terhadap masyarakat Dayak kebanyakan orang
dayak dipandang sebagai masyarakat yang tidak keberadaban ,yang tujuan umumnya
adalah berburu kulit kepala manusia ,stereotip ,sikap dan kebiasaan sehari-hari
masyarakat madura yang diamati oleh masyarakat Dayak –oleh juga masyarakat
melayu- di kalimantan barat tidak hanya menciptakan benturan budaya ,namun
sekaligus menciptakan permusuhan dan kebencian diantara mereka ,sebagaimana
kasus hubungan muslim dan kristen di Ambon ,hubungan yang tidak lazim antara masyarakat
dayak dan madura tidak pernah boleh dibicarakan secara terbuka pada massa
soeharto ,sehingga digolongkan pada kedalam isu S.A.R.A
Selama
beberapa waktu ,kerusuhan massal diantara masyarakat Dayak dan madura kelihatan
mereda,namun kasus tersebut masih jauh dari penyelesaian ,karena itu ,kita
dituntut untuk dapat mengantisipasi kemungkinan terjadinya konflik dan
kekerasan lebih lanjut ,para pemimpin formal atau pun informal pada tingkat
kalimanan Barat maupun nasional,belum memikirkan diskusi-diskusi dan kebijakan
kebijakan serius seputar masalah ini .
sumber : Asy'ri, suaidi, konflik komunal di Indonesia saat ini, Jakarta : 2003. Indonesia - Netherlands cooperation in is Islamic studies (INIS) Universitas Leiden.
sumber : Asy'ri, suaidi, konflik komunal di Indonesia saat ini, Jakarta : 2003. Indonesia - Netherlands cooperation in is Islamic studies (INIS) Universitas Leiden.
oke, terimakasih. lain kali jangan hanya gunakan 1 rferensi
BalasHapus