PROSTITUSI DI LINGKUNGAN MASYARAKAT PEDESAAN
Penulis : ADIANTI (1201045014)
Kelas : 3N PGSD
Prostitusi merupakan salah satu bentuk
penyimpangan sosial dengan
gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan
seksual sebagai mata pencaharian. Prositusi bisa di sebut sebagai
penyakit masyarakat yang enggan orang membahasnya, terutama di negara Indonesia
, mayoritas penduduknya adalah Islam yang ajarannya menentang segala bentuk
kemaksiatan termasuk prostitusi. Pada kenyataannya prostitusi menjadi ajang
bisnis yang terus berkembang, baik yang praktiknya memang dipusatkan atau
dengan sengaja dibuat lokalisasi, maupun prostitusi rumahan dikelola sendiri,
yang tersebar di rumah penduduk dalam suatu desa.
Prostitusi biasanya ditawarkan kepada
para wanita belia di desa-desa, mereka diiming-imingi untuk mendapatan
pekerjaan di kota, biasanya dijanjikan menjadi pembantu rumah tangga, buruh
pabrik, pelayan restoran, atau lainnya. Akan tetapi, banyak yang sengaja
dijerumuskan oleh calo ke dalam praktik prostitusi, hal ini salah satu
penyebabnya adalah pendidikan di desa yang masih rendah, masyarakat desa masih
beranggapan bahwa pendidikan bagi wanita bukanlah hal yang penting, karena
apabila wanita telah menikah ia akan ikut suami dan kemudian menjadi ibu rumah
tangga.
Remaja di desa masih belum banyak yang
dapat menentukan pilihannya sendiri. Apabila nantinya terjebak dalam jerat
prostitusi ini akan menyudutkan mereka dalam posisi dilematis , terjadi
pertarungan antara nalurinya yang pasti tidak mau bercita-cita menjadi PSK, di
sisi lain ia mesti mengabdikan dirinya sebagai salah satu penopang keluarga.
Perkembangan seksual yang terjadi pada remaja
menunjukkan perubahan yang signifikan mereka mulai melihat adanya kejanggalan
dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang
ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi
pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali
mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau
otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Perubahan seksual yang terjadi
pada masa pubertas inilah yang bertanggung jawab atas adanya dorongan-dorongan
seksual. Dorongan masalah seksual masih dipersulit dengan banyaknya tabu sosial
sekaligus kekurangan pengetahuan yang benar tentang seksualitas.
Beberapa
peristiwa sosial penyebab timbulnya prostitusi antara
lain sebagai berikut :
1. Tidak
adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada larangan terhadap
orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan atau di luar pernikahan.
Yang dilarang dan diancam dengan hukuman ialah: praktik germo (Pasal 296 KUHP)
dan mucikari (Pasal 506 KUHP). KUHP 506: Barang siapa yang sebagai mucikari
mengambil untung dari perbuatan cabul seorang perempuan, dihukum dengan hukuman
kurungan selama-lamanya satu tahun. Namun, dalam praktik sehari-hari, pekerjaan
sebagai mucikari ini selalu ditoleransi, secara konvensional dianggap sah
ataupun dijadikan sumber pendapatan dan pemerasan yang tidak resmi.
2. Adanya
keinginan dan dorongan manusia untukk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya
diluar ikatan perkawinan.
3. Komersialisasi
dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo dan oknum-oknum tertentu
yang memanfaatkan pelayanan seks. Jadi, seks dijadikan alat yang jamak guna (multipurpose) untuk tujuan-tujuan
komersialisasi di luar perkawinan.
4. Dekadensi
moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat-saat orang mengenyam kesejahteraan hidup; dan ada pemutarbalikan nilai-nilai pernikahan
sejati.
5. Semakin
besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat manusia.
6. Kebudayaan
eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitasi kaum lemah/wanita
untuk tujuan-tujuan komersil.
7. Peperangan
dan masa-masa kacau (dikacaukan oleh gerombolan-gerombolan pemberontak) di
dalam negeri meningkatkan jumlah pelacuran.
Faktor-Faktor
Penyebab Seorang menjadi Prostitusi
Beberapa
peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain :
1. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada
banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan medapatkan
kesenangan melalui jalan pendek. Kurang pengertian, kurang pendidikan, dan buta
huruf, sehingga menghalalkan pelacuran.
2. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, histeris
dan hyperseks sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu
pria.
3. Adanya tekanan ekonomi
4. Aspirasi material yang tinggi, sehingga ingin
hidup bermewah-mewahan namun malas bekerja.
5. Banyak stimulasi seksual dalam bentuk :
Film-film biru, gambar-gambar porno, bacaan cabul dll.
6. Pekerjaan seorang pelacur tidak memerlukan
keterampilan, tidak meerlukan intelegensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang
yang bersangkutan memiliki kecantikan, kemudaan dan keberanian.
7. Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi
seks atau melakukan hubungan seks sebelum perkawinan untuk sekedar iseng atau
untuk menikmati masa indah dikala muda.
8. Disorganisasi dan Disintegrasi dari kehidupan
keluarga, broken home. Sehingga anak gadis mereka sangat sengsara batinnya,
tidak bahagia, memberontak, lalu menghibur diri terjun dalam dunia pelacuran.
9. Oleh pengalaman-pengalaman traumatis dan shock
mental, misalnya dimadu dalam perkawinan, ditipu, sehingga muncul kematangan
seks yang terlalu dini.
Ternyata Kita bisa jumpai di dalam masyarakat berapa alasan
mengapa orang bisa terlibat dalam tindakan prostitusi ini. Mira misalnya, Dia adalah seorang mahasiswi di salah satu Universitas
Swasta di medan . Saat ini ia berusia 21 tahun. Dia
terlahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Ayahnya bekerja sebagai
tukang becak mesin sedangkan ibunya sebagai pembantu rumah tangga.
Alasan Mira melakukan pekerjaan ini
adalah kesulitan keuangan yang di alami keluarganya dan beberapa faktor lain
sebagai penyebabnya yaitu ayahnya yang jarang sekali memberi uang belanja
kepada ibunya dan juga kelakuan ayahnya yang suka mabuk-mabukaan serta sering
bermain dengan perempuan lain. Ketika Mira duduk di bangku kelas 3 SMA, uang
sekolahnya sudah nunggak selama 3 bulan karena gaji ibunya tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan mereka sementara ayahnya jarang pulang ke rumah dan
jarang pula memberi uang.
Sewaktu jam istirahat di sekolahnya, Mira bercerita kepada temannya tentang masalah yang sedang ia alami itu.
Kemudian, temannya yang ternyata sudah sering melakukan hubungan seks mengajak Mira untuk bekerja dengan dia. Hingga suatu hari Mira diperkenalkan dengan
seorang Lelaki yang kira-kira usianya 30 tahunan, itulah pertama kalinya Mira memberikan kesuciannya atau kehilangan keperawanannya. Pada saat itu Mira di
bayar sekitar 5 juta rupiah oleh lelaki itu, tetapi Mira hanya menerima 3 juta
rupiah, 2 jutanya lagi diambil sama temannya yang memberi dia pekerjaan itu
karena dianggap sebagai bayar jasa. Semenjak itu lah Mira sering ditawarkan
kepada “om-om” oleh temannya itu. Dari hasil pekerjaan itu pula dia mampu
membayar uang sekolahnya bahkan membiayai sekolah adiknya. Tapi hal ini tidak
diketahui oleh orang tua Mira karena orang tuanya mengetahui kalau dia bekerja
di sebuah restauran.
Hingga sampai saat ini, Mira mampu
kuliah karena uang yang di hasilkannya dari pekerjaannya itu. Dikampus pun
teman-teman Mira yang mengetahui pekerjaannya hanya beberapa orang saja. Mira jarang nongkrong-nongkrong untuk mencari pelanggan, biasanya temannya yang
memberi tahu dia kalau ada pelanggan. Namun sekali-sekali ia juga mau berdiri
di pinggir jalan sambil menunggu pelanggannya. Mira juga sering melayani
orang-orang yang baru dikenalnya lewat akun facebook samarannya, dari situ dia
juga sering mendapat pelanggan. Tarif yang diterimanya pun tidak menentu,
kadang ada yang memberi banyak namun ada pula yang memberi sedikit yaitu
sekitar 200 ribu hingga 1 juta rupiah.
Jadi, kira-kira dalam sebulan Mira memperoleh pedapatan 2 juta rupiah. Biasanya dalam sehari Mira melayani
2 orang laki-laki paling sedikit, ia juga pernah melayani 4 laki-laki dalam sehari dan itu
biasanya hari sabtu dan minggu karena Mira tidak ke kampus pada hari itu. Pada saat ditanya apakah ada
keinginan untuk berhenti dari pekerjaan ini, Mira menjawab kalau dari lubuk
hatinya paling dalam ingin berhenti menggeluti pekerjaan ini ketika telah menyelesaikan kuliahnya.
Penanggulangan Prostitusi
usaha untuk mengatasi masalah Prostitusi ini dapat dibagi menjadi dua, Yaitu :
1. Tindakan yang bersifat preventif
Usaha yang bersifat preventif diwujudkan dalam
kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya pelacuran. Usaha ini antara lain
berupa :
1. Penyempurnaan
perundang-undangan mengenai larangan atau penyelenggaraan pelacuran.
2. Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian.
2. Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian.
3. Menciptakan bermacam-macam kesibukan
dan kesempatan rekreasi.
4. Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita, disesuaikan dengan kodrat dan bakatnya.
5. Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan keluarga.
6. Pembentukan badan atau tim koordinasi dari semua usaha penanggulangan pelacuran yang dilakukan oleh beberapa instansi sekaligus mengikutsertakan potensi masyarakat lokal.
7. Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul, gambar-gambar porno, film-film biru serta sarana-sarana lainnya yang merangsang nafsu seks.
8. Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.
4. Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita, disesuaikan dengan kodrat dan bakatnya.
5. Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan keluarga.
6. Pembentukan badan atau tim koordinasi dari semua usaha penanggulangan pelacuran yang dilakukan oleh beberapa instansi sekaligus mengikutsertakan potensi masyarakat lokal.
7. Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul, gambar-gambar porno, film-film biru serta sarana-sarana lainnya yang merangsang nafsu seks.
8. Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.
2. Tindakan
yang bersifat represif dan kuratif
usaha
yang represif dan kuratif dimaksudkan sebagai kegiatan
untuk menekan (menghapuskan, menindas) dan usaha menyembuhkan para wanita dari
ketunasusilaan untuk kemudian membawa mereka ke jalan yang benar. Usaha
represif dan kuratif ini antara lain berupa :
1)Melalui
lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melakukan
pengawasan/kontrol yang ketat.
2)Diusahakan melalui aktivitas rehabilitas dan
resosialisasi, agar mereka bisa dikembalikan sebagai warga masyarakat yang
susila.
3)Penyempurnaan
tempat-tempat penampungan bagi para wanita tunasusila yang terkena razia.
4)Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap.
5)Menyediakan lapangan kerja baru.
6)Mengadakan
pendekatan terhadap pihak keluarga para pelacur dan masyarakat asal mereka mau
menerima kembali bekas-bekas wanita tunasusila itu.
7)Mencari pasangan hidup yang permanen/suami bagi para wanita prostitusi.
Referensi
Kartono, Kartini.
2003. Patologi Sosial. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Soedjono, D.
1974. Patologi Sosial. Bandung : Alumni Bandung.
oke, trimakasih ya
BalasHapusiya ibu sama-sama ,
BalasHapus