NAMA : FITRI ARIYANTI
NIM : 1201045224
KELAS : 3 N PGSD
BENTUK GEOGAFI REGIONAL SUMATERA UTARA
Pulau Sumatera
memanjang dari barat laut ke Tenggara sepanjang 1.650 km, dari Ule Lhee sampai
Tanjung Cina. Lebar pulau ini tidak sama, di Utara kira-kira 100 sampai 200 km,
sedangkan di Selatan sampai 350 km. pantainya tidak banyak berteluk. Bagian
timur merupakan dataran rendah yang sangat luas. Daerah ini banyak tertutup
hutan rawa yang pada zaman dahulu menjadi rintangan bagi manusia. Karena itu
bagian timur Sumatera agak jarang penduduknya. Sumatera Utara seperti DIA juga
dilintasi oleh DKAT sebagai unsure iklim pembawa hujan ke suatu daerah pada
bulan-bulan Oktober-Nopember dan april. Di Sumatera Utara pn curah hujan di
pantai Barat jauh lebih tinggi daripada di bagian lain dan propinsi, di balik
Timur Bukit Barisan tempat-tempat seperti Siporok, Doloksanggul, Ambarita,
Pangururan, Penyabung semua mendapat hujan jauh lebih sedikit dari misalnya
Sobolga yang terletak di pantai Barat dan menghadapi angin Barat. Kelima tempat
tersebut memperoleh hujan sedikit, karena letaknya di balik barisan pegunungan.
Lebih jauh kea rah Timur jumlah hujan bertambah lagi, untuk selanjutnya menurun
lagi mendekati pantai Timur di sekitar Labuhanruku Tanjungbalai. Curah hujan
rata-rata di pantai Barat adalah lebih dari 4.000 mm setahun, sedangkan jumlah
rata-rata terkecil terdapat di Panyabungan karena terletak di bayangan hujan,
dan Labuhanruku karena letaknya di tepi pantai yang datar. Curah hujan
rata-rata tahunan tempat-tempat ini adalah 1.750 mm. Pola umum resim curah
hujan di Sumatera Utara, singkatnya adalah disebelah Barat Danau Toba maksimum
hujan jatuh pada bulan Oktober, sedangkan pada bulan April-Mei di seluruh
propinsi jatuh hujan cukup banyak, sehingga bulan-bulan itu merupakan bulan
hujan maksimum sekunder, bulan paling kering adalah Juli. Bulan-bulan April,
Oktober, dan Nopember adalah bulan-bulan di mana udara tidak stabil di Sumatera
Utara. Angin terjun pada musim Barat terdapat di sepanjang sisi Timur dan juga
pada lereng Barat dari Bahorok sampai Panyabungan. Angin terjun ini suhunya
lebih tinggi dari udara sekitarnya. Karena itulah angin itu sering mendatangkan
kerusakan pada tanaman.
Daerah Sumatera
Utara dapat digolomgkan ke dalam tiga wilayah fisiologi utama yaitu, Wilayah dataran rendah, Wilayah lipatan
dan Wilayah pegunungan. Wilayah dataran rendah dapat digolongkan ke dalam :
Wilayah rawa Timur, Wilayah rawa Barat di sepanjang pantai Barat, dan Wilayah
dataran rendah Timur. Wilayah lipatan
terdapat pada dua jalur yaitu : Wilayah lipatan Timur yang sedikit lebih landai
kalau dibandingkan sengan wilayah lipatan Barat, Wilayah lipatan Barat dengan
lereng-lereng yang cukup terjal. Sedangkan Wilayah
pegunungan terdapat di jalur tengan propinsi yang meliputi : Patahan Toba
di sekitar Danau Toba adalah sebuah Plateau dengan slenk Danau Toba yang
mempunyai kedalaman sampai 500 m lebih dekat Hutagaol, Slenk Batang Gadis –
Batang Angkola, dan Pegunungan Tengah Sumatera Utara yang volkanis, dengan
Sibayak, Sinabung sebagai puncak-puncak gunung api yang masih bekerja.
Wilayah
berlereng terjal di sebelah menyebelah patahan Batang Gadia – Batang Angkola
dan di sekitar Danau Toba tidak banyak yang bisa dimanfaatkan untuk usaha pertanian
yang baik. Juga tidak banyak yang dapat diusahakan sebagai tanah pertanian
adalah wilayah lipatan Barat. Karena itulah pada saat ini sebagian terbesar
daripada wilayah lipatan Barat, pegunungan dan wilayah Barat tetap sebagai
hutan, lading pindah atau pertanian tanah kering lain. Ketinggian dan lereng
menjadi penghambat dari pemanfaatan di sekitar 2.300.000 ha tanah di Sumatera
Utara. Selanjutnya di wilayah Dataran Rendah Timur adalah wilayah yang terbaik
untuk usaha pertanian. Tetapi sebagian terbesar luasan tanah itu dimanfaatkan
untuk pekebuna besar, dengan tanaman tahunan seperti karet dan sawit. Sebagian
lain yaitu wilayah antara Sungai Ular dan Sungai Wampu merupakan tanah terbaik
untuk tembakau. Tetapi, karena penanaman tembakau itu dilakukan di atas tanah
secara bergilir, sering bagian-bagian tanah yang sedang tidak ditanami tembakau
dipergunakan untuk pertanian tanah kering dengan tanaman palawija atau ada juga
yang disawahkan. Kebiasaan inilah yang sering menimbulkan sengketa tanah yang
tidak berkesudahan di Sumatera Utara. Persawahan yang terletak di wilayah Rawa
Timur adalah persawahan yang dibuka sesudah perang dunia II, oleh penduduk
petani yang turun dari daerah pegunungan. Tetapi karena letaknya yang terlalu
dekat dengan pantai, dan sebagai akibat pula dari pengeringan rawa, nampaknya
sevara berangsur-angsur persawahan ini ada yang menjadi asin tanahnya. Pola
penggunaan tanah Sumatera Utara, sebagai pencerminan tingkat kehidupan
masyarakat, serta arah usahanya. Di Sumatera Utara terdapat usaha tani dari
tingkat yang paling sederhana sampai kepada tingkat yang paling tinggi di dalam
penggunaan modal dan teknologi. Dari arah usaha tani yang banyak mampu mengisi
kebutuhan rumah tangga petani, sampai kepada pertanian komersial untuk memenuhi
permintaan per dunia. Persawahan irigasi terbanyak didapat di Deli Serdang,
Simalungun dan Tapanuli Selatan, sedangkan usaha perkebunan terbesar terpusat
di Kabupaten-Kabupaten Asahan, Seli Serdang, Labuhan Batu, Langkat, Simalungun
dan Tapanuli Selatan. Hutan yang masih baik terdapat di Dairi, Labuhan Batu,
Langkat, Nias, Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara. Kalau seluruh hutan
dijumlah,baik yg lebat,belukar maupun hutan sejenis,luas hutan di Sumatra utara
menjadi 57 % dari seluruh wilayah propinsi.lebih dari 75 % dari luas hutan
lebat dan sejenis yang ada sekarang, nampaknya sudah terdapat di bagian-bagian
propinsi yg memang patut di hutankan,seperti tapanuli utara. Dairi karo, bagian
atas dari simalunguh,bagian atas dari Tapanuli tengah, sedangkan sisanya terdapat
di dataran rendah atau di pantai. Sangat penting di bidang pertanian adalah
kedudukan daripada perkebunan baik perkebunan besar yang terdiri dari
perusahaan Negara ataupun perkebunan pihak swasta, maupun perkebunan rakyat, luas
perkebunan karet seluruhnya di Sumatra utara tahun 1979 adalah 479.000 ha, dengan
perincian : Perkebunan rakyat : 257.500 ha. Perkebunan besar swasta : 131.500
ha. Perkebunan besar Negara : 90.000 ha. Hasil dari ketiga jenis perkebunan itu
pada tahun 1979, yaitu : Perkebunan rakyat : 102.400 ton. Perkebunan besar
swasta : 83.350 ton. Perkebunan besar Negara : 102.100 ton. Pada tahun 1982
luas perkebunan karet bertambah kira-kira 20.000 – 24.000 ha. Tanaman
perkebunan rakyat yang juga penting di Sumatera Utara adalah kopi, terutama di
Dairi. Seluruh tanaman kopi adalah kopi perkebunan rakyat dengan luas 33.300
ha, pada tahun 1980, dengan hasilnya sebesar 23.000 ton (1980). Pada tahun 1982
luas kopi naik menjadi 38.000 ha, tetapi hasil turun menjadi 13.300 ton.
Perkebunan
kelapa adalah juga usaha rakyat, dengan luas seluruhnya pada tahun 1980 sebesar
119.000 ha, dengan hasil pada tahun itu juga sebesar 91.000 ton. Tetapi tahun
1982 luas dan hasil kelapa menurun menjadi 111.500 ha dan 67.000 ton. Sematera
Utara adalah propinsi penghasil kelapa kedua di Sumatera setelah Riau. Makin
penting kedudukannya untuk waktu-waktu mendatang adalah kelapa sawit. Seluruh
perkebunan sawit saat ini adalah usaha perkebunan Negara. Luas perkebunan sawit
masih sedang bertambah. Tetapi pada tahun 1982, di Sumatera Utara saja terdapat
297.666 ha. Perkebunan di Sumatera Utara dibagi menjadi dua jenis perkebunan
1870 – 1980 dan perkebunan sesudah 1980, atau sisa perkebunan Kolonial, dan
PIR.
Penggunaan tanah
di Sumatera Utara tidak memperlihatkan pola yang teratur. Tidak ada Nampak
adanya titik awal yang jelas, yang merupakan titik permulaan dari pada usaha
pemanfaatan tanah, yang berkembang menjadi penggunaan tanah yang intensif, yang
selanjutnya menuju ke tingkat penggunaan tanah yang paling tidak intensif.
Memang ada nampak, bahwa hutan yang cukup luas terdapat di daerah perbatasan
antar propinsi. Tetapi pesawahan terdapat di mana-mana. Maksudnya dipantai
maupun di pegunungan tinggi dengan segala pembatasan fisiknya. Timbullah
pertanyaan “kenapa pemanfatan tanah di Sumatera Utara tidak berawal dari tanah
yang landai dan subur? kenapa perkebunan besar sempat datang lebih dahulu di
tanah-tanah yang baik itu? kenapa di Sumatera Utara pemanfaatan tanah tidak
dimulai di wilayah-wilayah fisiografi yang secara fisik paling mudah
diusahakan?".
Pertanyaan-pertanyaan
itu yang berawal di ilmu geografi, akan membawa peneliti yang ingin mencari
jawaban pertanyaan-pertanyaan itu menyusup jauh ke dalam lingkungan ilmu
sejarah, ilmu antropologi, budaya dan lainnya.
Pesawahan yang
terletak di pesisir umumnya terletak di daerah yang hujannya kurang. Oleh
karena itu pesawahan perlu pengairan. Untuk mengairi sawah-sawah itu, perlu
saluran irigasi dan dibangun melalui tanah-tanah perkebunan. Perkebunan yang
dilalui saluran pengairan akan merasa keberatan, karena pengusaha tahu bahwa pengairan
itu akan meninggikan permukaan air tanah. Bagi perkebunan dengan tanaman karet
dan sawit yang merupakan tanaman tanah kering, air tanah yang tinggi bisa
merusak tanaman perkebunan itu. Di sinilah
perlu adanya pertimbangan-pertimbangan dan kesediaan sikap menerima dan
memberi dari semua pihak, demi kelangsungan seluruh usaha.
keindahan danau toba di Sumatera Utara
Sumber : Sandi. I Made. Republik Indonesia Geografi Indonesia. 1996. Jakarta: Jurusan Geografi-FMIPA-UI.
S.
Djojo. Drs. Geografi Regional Indonesia. 1986. Jakarta: Karunika Jakarta UT.
Sumber
Gambar : http://www.indonesia-tourism.com/north-sumatra/map.html
oke, terimakasih, lain kali lebih baik lagi ya,
BalasHapusSiap bu, terimakasih
Hapus