Nama :
Sevria Isnaiery Yusraieny
Nim :
1201045523
Kelas : 3N
PGSD
Permasalahan Sosial
dan Konflik
PT
Freeport Indonesia (PT FI) telah beroperasi di Mimika dan Tembagapura, Irian
Jaya, sejak tahun 1970-an. Pada tahun 1974 telah ditanda tangani perjanjian
resmi antara PT FI dan perwakilan suku-suku setempat yaitu suku amungme dan
komoro. Akan tetapi, baru pada tahun 1991 PT FI meluncurkan program
pengembangan masyarakat. sementara itu telah terjadi berbagai kerusuhan di
kawasan itu pada tahun 1973 s/d 1996 yang menimbulkan korban, baik dipihak
perusahaan maupun dipihak suku-suku itu sendiri. Sebagian dari kerusuhan
tersebut tidak saja bersifat sosial, tetapi juga politis.
Sekolah-sekolah
dibuatkan oleh PT FI di desa-desa suku amungme, setelah bangunan sekolah dibuat
dengan gotong royong, guru-guru SD pun didatangkan dan digaji oleh PT FI untuk
bekerja di desa-desa itu. Karena sekolah-sekolah desa hanya sampai kelas 3 SD,
anak-anak amungme yang ingin melanjutkan sampai tamat sd dan akan meneruskan ke SMP dibiayai oleh perusahaan untuk bersekolah
di Timika, bahkan di Timika dibuatkan asrama untuk anak-anak amungme tersebut.
Walaupun
demikian perbedaan suku dan ras masih sangat terasa di wilayah tersebut. Dua
suku asli, amungme dan komoro, dalam kenyataannya tidak mampu bersaing dengan
para pendatang yang terdiri atas orang-orang asing, bahkan orang-orang Irian
sendiri dari suku-suku yang lebih maju dan terdidik. Dalam struktur kepegawaian
PT FI mayoritas pegawai adalah pribumi Indonesia, tetapi non-Irian. Minoritas
kulit putih, walaupun jumlahnya paling sedikit, posisi mereka sebagai pimpinan
perusahaan.
Dengan
segala latar belakang itulah keresahan dan kerusuhan antar kelompok di wilayah
itu sulit dihindari. Ditambah dengan pemaparan yang berlebihan di media massa
dan campur tangan pihak luar, hubungan antar PT FI dan suku-suku asli makin
rawan. Bahkan kesediaan PT FI sejak tahun 1996 untuk menyisihkan 1% dari
keuntungan bersih perusahaan bagi pembangunan masyarakat kedua suku asli belum dapat menyelesaikan masalah.
Dari
contoh tersebut, tampak dengan jelas adanya permasalahan yaitu Konflik (antara
suku-suku asli dan perusahaan PT FI).
Konflik
adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih, konflik dapat terjadi antar
individu, antar kelompok, bahkan antar bangsa dan negara. Dampak konflik
umumnya negatif, misalnya anak yang mempunyai orang tua yang terus-menerus
bertengkar akan berkurang kepekaan afeksinya, tetapi mudah terpengaruh
perilakunya (El Seikh, 1994).
Semula
orang mengira bahwa sumber konflik dalah ras, kebudayaan, dsb. Akan tetapi
penelitian membuktikan bahwa hubungan antar individu atau antar kelompok dapat
menjadi sumber konflik yang lebih penting. Dengan demikian, faktor penyebab
konflik dapat ditinjau dari teori-teori dinamika individual, seperti
psikoanalisis, teori biologi, teori kognitif, dll.
Konflik
juga dapat diakibatkan oleh dilema sosial, yang mana dua orang atau dua
kelompok yang saling bermusuhan tidak mau saling berdamai, walaupun keduanya
sama-sama menderita kerugian. Dalam hal ini individu akan berfikir atau
beranggapan bahwa jika ia mengajak berdamai lebih dulu, maka ia akan rugi
karena seakan-akan ia yang salah dan lawannyalah yang benar, sehingga ia harus
meminta maaf lebih dulu. Sementara itu, lawannnyapun akan berfikir sama
dengannya sehingga ia tidak mau berinisiatif untuk berdamai.
Walaupun
dilema sosial sulit dihindari atau diatasi sepenuhnya, para ahli menemukan
beberapa cara untuk mengurangi kemungkinan terjadinya dan memperkeil dampak
negatif dari dilema sosial, dengan cara antara lain sebagai berikut :
1.
Pengaturan, semua
menyepakati suatu aturan tertentu agar masing-masing dapat memperoleh hasil
yang optimal.
2.
Komunikasi, kelebihan
dari satuan-satuan yang kecil adalah kemudahan untuk saling berkomunikasi.
Komunikasi yang efektif pada gilirannya memungkinkan terbentuknya aturan yang
disepakati dan ditaati bersama.
3.
Pembalikan Manfaat, yang
tadinya menguntungkan dibuat tidak menguntungkan, sebaliknya yang tadinya tidak
menguntungkan dibuat menguntungkan.
4.
Terbuka dan Transparan,
kalau orang tahu siapa yang berbuat apa, kelompok dapat menjatuhkan sanksi pada
yang berbuat tidak sesuai dengan aturan.
5.
Imabuan, sering kali
memang tidak efektif contohnya imbauan untuk menabung, tetapi imbauan yang
menyentuh perasaan akan efektif juga, contohnya “dompet bencana alam”.
Pada
dasarnya sosiologi melihat manusia serba keterhubungan dengan manusia atau
orang lain, dari segi pemahaman sosiologis manusia senantiasa berada pada
posisi didisplinkan oleh struktur diluar dirinya, baik berupa sistem sosial
ataupun kebudayaan. Oleh karena itu, dari sudut pemahaman sosiologi sulit untuk
melihat tindakan manusia itu sebagai suatu perbuatan yang spontan, melainkan
sebagai hasil perhitungannya dengan jaringan struktur yang merangkumnya, baik
itu berupa perbuatan yang sesuai dengan struktur maupun yang menentangnya.
Karakteristik
lain pada masyarakat modern sekarang ini adalah kebutuhan untuk mencapai optimasi
dalam pengorganisasian sosial, dengan perkataan lain efisiensi. Tuntutan yang
demikian ini berkelanjutan padsa timbulnya cara-cara untuk mendorong dan bahkan
memaksa individu untuk berbuat sesuai dengan gambaran atau kualitas manusia
yang dikehendaki oleh struktur tertentu. Timbullah masalah kontrol sosial, hal
ini bisa dilakukan dengan bermacam-macam, dari mulai yang halus sampai kepada
penggunaan kekuatan fisik.
Masyarakat
sekarang juga bukan lagi merupakan satuan yang homogen seperti halnya tempo dulu.
Berbagai perkembangan dan perubahan, terutama oleh bekerjanya sistem ekonomi
uang, menyebabkan masyarakat menjadi berlapis-lapis atau stratified. Keadaan
ini juga menekan kehidupan manusia dan merupakan salah satu ciri dari peta
masyarakatnya.
Daftar Pustaka
Sarwono,
SarlitoWirawan, Psikologi Sosial:
Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan, Balai Pustaka, Jakarta, 2001.
Darmoto,
JT, Mencari Konsep Manusia Indonesia,
Erlangga, Jakarta, 1986.
oke, terimakasih. silakan cantumkan sumber dg jujur.
BalasHapus