NAMA: IRENATASYA
NIM: 1201045284
I.
Latar belakang
Pertama-tama
perlu diketahui bahwa studi mengenai jumlah, pertumbuhan maupun karakteristik
penduduk sudah dikenal sejak jaman dahulu. para ahli filsafat Cina, Yunani dan
Arab seperti Confucius, Plato, Aristoteles, maupun Kaldun sudah memikirkan
berbagai masalah penduduk yang timbul pada saat itu. Dalam menyusun uraian
tersebut mereka menemui menemukan kesulitan karena data kependudukan ternyata
masih agak terbatas, apalagi pada masa itu belum banyak Negara yang
menyelenggarakan sensus kependudukan dan mencatat kelahiran, kematian, maupun
berbagai peristiwa itu secara sistematis. Bersama dengan factor lain misalnya
perkawinan, perceraian mobilitas social (perubahan status social) juga akan
menentukan struktur atau komposisi penduduk.
Istilah ‘Demografi” pada
hakekatnya di terjemahkan dari bahasa Yunani yang berarti “deskripsi mengenai
penduduk”. Menurut definisi yang tercantum di dalam united nations multilingual
demographic dictionary” Demografi ialah studi ilmiah yang menyangkut masalah
penduduk, terutama dalam kaitannya dengan jumlah, struktur maupun
perkembangannya. Subyek masalah demografi
pada hakekatnya lebih di titikberatkan kepada studi kuantitatif mengenai
berbagai factor seperti fertilitas, mortalitas,maupun migrasi yang selalu
mempengaruhi penduduk secara kontinu, serta menentukan jumlah maupun
pertumbuhan penduduk dan disebut sebagai “komponen pertumbuhan penduduk”
I.2
Komposisi Penduduk dan Peristiwa Vital
Informasi
mengenai masalah jemlah dan komposisi penduduk biasanya diperoleh dari hasil
perhitungan sensus atau survey demografi sedangkan statistic peristiwa vital
biasanya di himpun dari apa yang lebih dikenal dengan system registrasi vital.
Di beberapa Negara yang tidak menerapkan system tersebut atau sistemnya tidak
berfungsi secara efektif., cara menghimpun statistic peristiwa vital dilakukan
melalui survey demografis.
I.3
Sensus Penduduk
Penyelenggara sensus penduduk dalam segala
bentuknya pada hakekatnya dapat dikatakan sama tuanya dengan peradaban manusia.
Sensus penduduk yang modern dapat di definisikan sebagai proses pengumpulan,
penyusunan, serta penyebarluasan data demografis, social dan ekonomi mengenai
sejumlah penjangka waktu tertentu. Operasi statistic tersebut cukup kompleks
dan menelan biaya yang tidak sedikit. Biasanya jumlah penduduk dihitung menurut
system de facto atau de jure. Sistem de facto mengandung pengertian bahwa
setiap orang dihitung menurut
kehadirannya dimanapun pada saat sensus itu di selenggarakan. Sedangkan dengan
system de jure diartikan bahwa setiap orang dihitung menurut rumah yang biasa
dihuni pada saat sensus diselenggarakan. Kedua system tersebut mengandung
beberapa kelebihan maupun kekurangan. kenyataan menunjukan bahwa system de
facto lebih banyak diterapkan . Secara teoritis kesua system ini menghasilkan
hasil data yang sama .
I.4 Kepadatan Penduduk
Kepadatan
Penduduk adalah jumlah penduduk disuatu daerah persatuan luas tertentu.
Kepadatan Penduduk biasanya dihitung menurut ruang lingkup nasional. Nilai
Kepadatan Penduduk diperoleh dengan cara membagi jumlah seluruh penduduk dengan
areal tanah; nilai tersebut dinyatakan sebagai jumlah penduduk per satu mil
persegi atau kilometer persegi.
Cara menghitung kepadatan penduduk:
Kepadatan Penduduk = (Jumlah Penduduk Total : luas)
Faktor pendorong persebaran penduduk yaitu:
- Faktor Fisiografis (kondisi alam)
- Faktor Biologis (kesehatan, biota lingkungan)
- Faktor Kebudayaan & Teknologi
Upaya dalam mengatasi persebaran yang tidak merata
yaitu dengan:
- Mengontrol jumlah penduduk
- Pemerataan pembangunan
- Penciptaan lapangan kerja
- Upaya mendorong pengelolaan lingkungan alam
à Munculah program Transmigrasi
Jenis-jenis Transmigrasi:
- Transmigrasi umum
- Transmigrasi spontan / swakarsa
- Transmigrasi lokal (se-provinsi)
- Transmigrasi khusus sektoral (karena bencana alam)
- Transmigrasi bedol desa (seluruh pejabat dan warga desa)
TRANSMIGRASI
dan PRODUKSI PERTANIAN WILAYAH MARGINAL DI PROPINSI LAMPUNG
Tujuan transmigrasi bukanlah terutama untuk mengurangi kepadatan atau
kelebihan penduduk pulau Jawa saja, tetapi seperti termaksud dalam peraturan
pemerintah tanggal 17 Februari 1953 No.BU/1-7-2-/501 ialah mempertinggi tingkat
kemakmuran rakyat. Berhasil atau tidaknya transmigrasi tidak dapat diukur
dengan menghitung jumlah transmigran-transmigran yang dipindahkan.akan tetapi
harus dilihat dari keadaan di daerah transmigran sendiri, terutama keadaan penghidupan
transmigran yang telah di pindahkan dan hasil pembangunan yang dinyatakan oleh
daerah-daerah transmigrasi, terutama dalam lapangan produksi.
Transmigrasi dapat dipandang sebagai salah satu unsur dari kerangka
eksperimen yang sangat penting dalam usaha pemanfaatan lahan marjinal di
Indonesia. Hal ini di kaitkan dengan masalah yang sangat mendesak sehubung
dengan peledakan penduduk di pedesaan Jawa dan Bali, dan kadang kala masih di
pandang sebagai jawaban dalam mengatasi masalah perkembangan penduduk di Jawa,
walaupun pandangan semacam ini tidak dapat di pertahankan lagi. Mungkin alas an
yang lebih tepat, adalah kaitannya dengan pengelolaan daerah aliran sungai
bagian hulu di Jawa (melalui pemindahan penduduk secara selektif dari daerah
kritis di bagian hulu) dan pembangunan wilayah diluar Jawa. Usaha-usaha
transmigrasi pada umumnya dikaitkan dengan situasi politik yang semakin jelas
setelah kemerdekaan. Akibatnya, program-program ini di tetapkan dalam waktu
yang singkat, yang kadang kala kurang di dasarkan pada keadaan lingkungan
(ekologi) setempat, pada kelayakan ekonomi dan teknis, atau ada keperluan
social masyarakat setempat. Keterampilan pengelolaan yang terbatas di tingkat
pemerintah daerah dan pusat telah pula menghambat perkembangan program
pemindahan penduduk. Permasalahan ini tidak saja menggagalkan berbagai proyek
dimasalalu, tetapi telah juga mengganggu beberapa usaha pemukiman kembali
dewasa ini, walau di tunjang oleh anggaran yang memadai.
Transmigrasi
hanya merupakan salah satu jalur yang mengarah ke perluasan daerah pertanian di
pulau lain. Perkebunan tanaman pangan, persawahan dalam skala besar, dan
perluasan yang dilakukan petani kecil setempat merupakan beberapa alternative
pendektan yang di anggap berkompetisi untuk menduduki lahan yang terbaik.
Walaupun usaha transmigrasi di masa mendatang mempunyai peluang keberhasilan
yang lebih besar, perlu diketahui implikasi yang luas dari kegagalan
program-program dewasa ini.
pertama, kegagalan transmigrasi akan menjadi pukulan
hebat terhadap berbagai konsep pertanian skala kecil dalam pembangunan lahan
baru, karena proyek-proyek transmigrasi yang didirikan sekarang ini menyediakan
berbagai tingkat pengelolaan yang paling intensif yang tersedia.
kedua, berbagai lembaga donor yang saat ini tertarik
pada prospek transmigrasi, mungkin akan mengalihkan dana dan bantuan penasihat
asing ke kegiatan lain.
Proyek-proyek
pemukiman telah kembali ditetapkan untuk menyediakan berbagai uji tentang
transmigrasi dalam berbagai keadaan lingkungan, mencakup padang rumput di
daerah hulu (yang mengalami gangguan kebakaran), hutan di dataran tinggi, hutan
di dataran rendah, dan hutan rawa di Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Diantara
pulau-pulau ini, kebanyakan percobaan kebanyakan di Sumatra. Dalam dasawarsa
mendatang propinsi-propinsi di pulau ini akan dihubungkan oleh satu jalan raya
menelusuri sepanjang kaki gunung dari Aceh sampai ke Lampung.
Transmigran-transmigran di mukimkan di tempat yang dapat di jangkau dan
berlahan baik di sepanjang jalan raya tersebut.
Sejarah
transmigrasi yang direncanakan pemerintah di propinsi Lampung, telah
berlangsung sejak pelaksanaan proyek irigasi dimulai di Pringsewu pada jaman
penjajahan Belanda. Dari tahun 1905 hingga tahun 1943 di Provinsi
Lampung telah ditempatkan transmigran sebanyak 51.010 KK atau 211.720 jiwa di
kawasan Gedong Tataan, Gadingrejo Wonosobo Lampung Selatan, dan kawasan Metro,
Sekampung Trimurjo dan Batanghari di Lampung Tengah. Berdasar keberhasilan
penempatan pertama tersebut kemudian pada tanggal 12 Desember 1950, sebanyak 23
KK dengan 77 jiwa transmigran ditempatkan di Provinsi Lampung melalui pola
Trans Tuna Karya, Trans Bencana Alam dan Trans Pramuka. Tanggal 12 Desember
kemudian
ditetapkan sebagai Hari Bhakti Transmigrasi. Pada periode 1950 – 1969
penempatan transmigran ke Provinsi Lampung mencapai 53.263 KK atau sebanyak
221.035 jiwa dengan Pola Tanaman Pangan. Total perpindahan penduduk ke Provinsi
Lampung melalui program transmigrasi dari tahun 1905 hingga tahun 1969 sejumlah
104.273 KK atau 432.755 jiwa.
Program Transmigrasi pada era Otonomi Daerah.
Seiring dengan perubahan paradigma
dalam penyelenggaraan transmigrasi, di Provinsi Lampung juga terjadi perubahan
orientasi dalam program transmigrasi. Lokasi transmigrasi bukan lagi terkesan
ekslusif namun
lebih
menyandarkan pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat.
Transmigrasi
diposisikan sebagai bagian dari pembangunan daerah. Program
pembangunan
transmigrasi lebih diarahkan pada pembangunan UPT yang diintegrasikan dengan
desa-desa disekitar. Selain itu juga diarahkan pada peningkatan kualitas pada
UPT yang telah ada. Penempatan transmigran di lokasi transmigrasi bukan lagi
menggunakan rasio penempatan 80% Transmigran Penduduk Asal (TPA) berbanding 20%
Transmigran Penduduk Setempat (TPS), tetapi menggunakan rasio penempatan 50%
TPA : 50% TPS. Proses pengiriman dan penempatan transmigran dilakukan melalui
mekanisme Kerjasama Antar Daerah (KSAD). Untuk periode 1999 – 2002 ditempatkan
sejumlah 1.845 KK atau 7.330 jiwa. Sampai dengan tahun 2002 sebanyak 5
UPT masih
dibina dengan jumlah transmigran sebanyak 1.666 KK , yang tersebar di 3 (tiga)
Kabupaten.
Kendala dan Masalah Transmigrasi
1. Kendala:
Kendala-kendala dalam pengembangan
program transmigrasi ke depan menyangkut beberapa aspek diantaranya adalah
sebagai berikut :
- Masih adanya tumpang tindih lahan (± 600
Ha) di kawasan Way Cambai dengan lahan HGU PT. SAC Nusantara sehingga sebelum
diprogramkan masih diperlukan pencermatan lebih lanjut.
- Daya dukung lingkungan dan daya tampung
areal pencadangan yang kecil sehingga kurang memenuhi skala ekonomi.
- Jumlah penduduk yang semakin padat sehingga
ke depan Provinsi
Lampung
diharapkan bukan lagi ebagai daerah penempatan transmigrasi namun lebih tepat
diarahkan sebagai daerah pengirim.
2.
Permasalahan :
Permasalahan yang masih ada umumnya
berkaitan dengan masalah sarana prasarana, fasilitas sosial dan aspek legal,
sebagai berikut :
a.
Masalah jaringan jalan.
Jaringan jalan di kawasan transmigrasi di
Provinsi Lampung umumnya mengalami tingkat kerusakan yang cukup parah sehingga
menghambat pemasaran hasil produksi transmigran.
b.
Masalah fasilitas pelayanan sosial.
Fasilitas social yang ada masih kurang
memadai seiring dengan perkembangan penduduk di kawasan transmigrasi.
c.
Masalah Aspek Legal.
Permasalahan aspek legal (tanah) di
Provinsi Lampung sejumlah 47 kasus dimana 7 kasus diantaranya sudah
diselesaikan. Dari 47 kasus tersebut dapat dikelompokkan menjadi 5 macam kasus
yaitu :
- Tuntutan ganti rugi tanah oleh masyarakat
adat sejumlah 1 kasus.
- Tuntutan ganti rugi tanah oleh penduduk
setempat sejumlah 20 kasus dan sudah diselesaikan 3 kasus.
- Tuntutan pemenuhan hak transmigran sejumlah 8
kasus dan sudah diselesaikan 2 kasus.
- Tumpang tindih lahan sejumlah 8 kasus dan
sudah diselesaikan 2 kasus.
- Okupasi Lahan Transmigran sejumlah 10 kasus
PENGALAMAN-PENGALAMAN
DI DAERAH TRANSMIGRASI
Pengalaman para transmigran sangat
berbeda, bukan hanya karena lingkungan alamiahnya tidak sama disemua daerah
pemukiman akan tetapi juga karena bantuan biaya serta fasilitas lain yang
disediakan oleh pemerintah tidak sama. Selama program transmigrasi muali di
selenggarakan sejak tahun 1950 dapat dikatakan tidak pernah ada keseragaman
dalam jenis maupun jumlah bantuan yang diberikan kepada transmigran-transmigran
yang di sponsori oleh pemerintah.
Diantara transmigran
sendiri terdapat tiga golongan, yaitu: Transmigran umum yang menerima bantuan
penuh dari pemerintah, Transmigran swakarsa yang sama sekali tidak dapat
bantuan, dan Transmigran yang di tempatkan di proyek transmigran umum dengan
hanya sebagian dari bantuan yang diberikan kepada transmigran umum. Golongan
ketiga ini sering disebut “transmigran spontan dengan atau bantuan biaya”
Program transmigran dewasa ini menghadapi suatu tugas yang sangat berat,
bukan saja dalam memindahkan serta menempatkan para transmigran namun juga
dalam pembimbingan mereka setelah penempatan. Antara tahun 1975/76 dan tahun
1980/81 seluruhnya ada 212 proyek yang diserahterimakan Mentri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi kepada Mentri Dalam Negeri.
Daftar Pustaka
Pollard, A.H dan Yusuf Farhat (1984), Teknik Demografi.
Jakarta: PT. BINA ASKARA
Hanson, A.J., (1981), Transmigration and Marginal Land
Development dalam G.E. Hansen (ed.), (1981), Agricultural and Rural Development
in Indonesia, Boulder: Westview Press
gunakan sumber dg jujur dan benar ya,,
BalasHapusSaya tidak bisa cukup berterima kasih kepada layanan pendanaan lemeridian dan membuat orang tahu betapa bersyukurnya saya atas semua bantuan yang telah Anda dan staf tim Anda berikan dan saya berharap untuk merekomendasikan teman dan keluarga jika mereka membutuhkan saran atau bantuan keuangan @ 1,9% Tarif untuk Pinjaman Bisnis. Hubungi Via:. lfdsloans@lemeridianfds.com / lfdsloans@outlook.com. WhatsApp ... + 19893943740. Terus bekerja dengan baik.
BalasHapusTerima kasih, Busarakham.