v
Nama : Muhammad suruurul shiddiqi
v
Kelas : 3-N
v
Nim : 1201045373
KORUPSI
Korupsi merupakan benalu social
yang merusak sandi-sandi struktur pemerintahan dan menjadi hambatan paling
utama bagi kemajuan bangsa. Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu
kelompok masyarakat, yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan sebagai
kekuasaan mutlak. Korupsi juga menggabarkan
tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatanya guna mengeduk
keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan Negara. Jadi korupsi
merupakan gejala : salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan
pribadi dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal untuk
memperkaya diri sendiri tanpa mempikirkan orang lain. Delict korupsi menurut
Kitab Undang-undang Hukum Pidana/ KUHP adalah: kejahatan atau kesalahan,
ataupun perbuatan-perbuatan yang bias dikenai tindakan dan sanksi hukum.
Korupsi bisa di masukan ke dalam
kategori perbuatan kejahatan. Maka praktek-praktek yang dapat dimasukkan dalam
perbuatan korup antara lain ialah: penggelapan, penyogokan, penyuapan,
kecerobohan administrasi dengan itensi mencuri kekayaan Negara, pemerasan,
penggunaan kekuatan hokum dan/ kekuatan bersenjata untuk imbalan dan upah materiil,
barter kekuasaan politik dengan sejumlah uang, dan sekelompok dalam penjualan pengampunan
pada oknum-oknum yang melakukan tindak pidana
agar tidak di tuntut oleh yang berwajib
dengan member imbalan uang suap.
Ø ABRI DAN MASALAH KORUPSI
sejak proklamasi kemerdekaan pada
tahun 1945 sampai sekarang ABRI memainkan peranan yag menentukan dalam
perjuangan nasional. Sehubungan dengan penyelewengan-penyelewengan terhadap
garis perjuangan dan pancasila berbentuk praktek-praktek kontra-revolusi,
antara lain peristiwa “Afair Madiun”, DI – TII, PRRI, PERMESTA,RMS dan
GESTAPUPKI tahun 1965, ABRI selalu tampil ke depan untuk menumpasnya dan
berfungsi sebagai penyelamat Negara. Dengan demikian ABRI merupakan katalisator
penenang saat-saat keritis. Kejadian in mendorong ABRI untuk menduduki tempat
utama dalam tampuk pimpinan Negara baik di bidang social-politik. Maka
peristiwa DWI FUNGSI ABRI itu benar-benar merupakan satu historische
notwendigkeit (keperluan historis). Timbullah kemudian pertanayan, adakah sistem
militerisme itu bisa memberikan manfaat kepada Negara dan bangsa dalam
demokrasi sekarang ini ? yang jelas, tidak ada satu tipe pemerintahan pun
sanggup memberikan garansi penyebaran kebahagiaan kepada rakyat secara adil dan
merata, apalagi sama sekali terbebas dari penyelewengan-penyelewengan serta
korupsi. Indonesia juga mempunyai tokoh-tokoh militer yang menduduki kursi
kepemimpinan Negara. Kejadian ini menjadi keluangan oleh profiteer-profiteur
dan koruptor-koruptor. Keberhasilan usaha pemerintah itu bergantung
pada factor tunggal : kepribadian yang jujur, berkarakter dan bermentalitas
kuat untuk berfungsi sebagai penguasa. Tokoh-tokoh militer itu pada masa awal
pembangunan bisa benar-benar efektif sebagai pendiri lembaga politik. Akan
tetapi semakin kokompleks masyarakatnya karena menjadi semakin terdiferensiasi
dan berkembang struktursosialnyaserta semakin pluniform sifatnya, maka semakin
sulitlah pengaturannya melalui regimentasi dan komando . pristiwa sedemikian
ini menjadi umpan balik bagi para tokoh militer penganut garis keras untuk :
bersikap lebih keras lagi. Tujuan pemimpin militer bergaris keras ini iyalah
menjadi penguasa tunggal untuk mencapai tujuan pribadi, tanpa politik dan tanpa
partai. Dalam iklim pemerintahan sedemikian ini, korupsi akan lebih merajalela
pada eselon di atas. Namun dalam masyarakat modern dan kompleks pemerintahan
militer tidak bias kokoh berdiri tanpa bantuan orang sipil. Pemerintahan
militer akan kokoh apabila mendapat dukungan dari kelompok luar, yaitu dari
kaum intelegensia yang memiliki sarana otak dan kebijakasanaan. Atau di dukung
oleh kaum buruh tani dan golongan miskin dari rakyat yang memiliki banyak
suara. Partisipasi politik aktif yang meluas dari unsure-unsur pedesaan di satu
pihak bisa melangsungkan control social dan mengurangi tindak korupsi dan mampu
mengenali masalah-masalah atau kesulitan local dan regional sendiri .
stabilitas ini dapat tercapai apabila pemerintahanya bersih dan di laksanakan
oleh pribadi-pribadi yang tidak korupsi.
Ø Tanggapan
pemerintah dan rakyat terhadap korupsi
Di Indonesia, korupsi berkembang
subur di segala bidang pemerintahan dan kehidupan. Sikap rakyat menjadi semakin apatis dengan semakin
meluasnya praktek-praktek korupsi oleh beberapa penjabat lokal, region maupun
nasional. Sebaliknya, para mahasiswa menanggapi korupsi dengan emosi yang
meluap-luap dan protes terbuka. Setiap demonstrasi yang di lancarkan oleh para
mahasiswa secara implisit selalu menyelipkan tindakan-tindakan anti korupsi,
pemberantasan tindak-tindak manipulative, dan reformasi social secara
menyeluruh. Tanggapan pemerintah terhadap korupsi juga cukup serius. Sejak
tahun-tahun 60-an dilancarkan tim-tim pemberantasan korupsi, undang-undang
korupsi, komisi empat dan OPSTIB (operasi tertib) Pusat dan Daerah. Perkembangan
sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan yang baru itu memang memberikan banyak
celah untuk berlangsungnya tindak korup, terutama korupsi materiil dari
kelas-kelas social menengah dan tinggi. Namun jelas bagi kita, bahwa korupsi
itu menjadi tanda-tanda pengukur bagi:
1.
Tidak adanya perlembagaan politik
yang efektif.
2.
Tidak adanya partisipasi politik
dari sebagian besar masyarakat. Indonesia ; khususnya rakyat miskin dan
masyarakat di daerah pedesaan.
3.
Tidak adanya badan hokum dan sanksi
yang mempunyai kekuatan yang riil.
Ø
penyebab terjadinya korupsi :
Penyebab terjadinya korupsi pun
bermacam-macam, antara lain:
1.
masalah ekonomi, yaitu rendahnya penghasilan
yang diperoleh jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup dan gaya hidup yang
konsumtif, budaya memberi tips (uang pelicin), budaya malu yang rendah.
2.
sanksi hukum lemah yang tidak mampu
menimbulkan efek jera, penerapan hukum yang tidak konsisten dari institusi
penegak hukum, dan kurangnya pengawasan hukum.
3.
Korupsi juga banyak berlangsung
dalam masyarakat yang mengutamakan egoism atau kepentingan diri sendiri, yaitu;
kepentingan individual , keluarga, clan, kelompok, klik dan suku sendiri. Pada
umumnya pristiwa sedemikian ini disebabkan oleh tidak adanya partai-partai
politik yang efektif.
4.
Tidak adanya lembaga-lembaga
politik yang kuat dan modern yang mampu menyelenggarakan proses sosialisasi
dari pemimpin-pemimpin politik, sehingga mereka mampu menghayati konsep-konsep
politik, sehingga mereka mampu menghayati konsep-konsep politik dan nilai-nilai
yang mengabdi pada kepentingan rakyat banyak.
Ø
Solusi penanggulangan korupsi
Untuk memberantas korupsi yang
sudah berakar di dalam sandi-sandi masyarakat kita, diperlukan partisipasi
segenap lapisan rakyat. Tanpa partisipasi dan dukungan mereka, segala usaha,
undang-undang dan komisi-komisi akan terbentur pada kegagalan. Beberapa saran
di kemukakan disini, antara lain ialah:
1.
Adanya kesadaran rakyat ikut
memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan control social,
dan tidak bersikap apatis acuh tak acuh.
2.
Menanamkan aspirasi nasional yang
poitif. Yaitu mengutamakan kepentingan nasional.
3.
Para pemimpin dan penjabat
memberikan teladan baik.
4.
Adanya sanksi dan kekuatan untuk
menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi.
5.
Menciptakan aparatur pemerintahan
yang jujur.
6.
Melakukan pemecatan terhadap pegawai-pegawai yang jelas melakukan korupsi.
7.
Adanya koordinasi antar departemen
yang lebih baik, di sertai system control yang teratur terhadap administrasi
pemerintah, baik di pusat maupun di daerah
8.
Menyelenggarakan system pemungutan
pajak dan bea cukai yang efektif dan ada suprvisi yang ketat baik di pusat
maupun di daerah.
9.
Kekayaan yang statusnya tidak jelas
dan diduga menjadi hasil korupsi, harus di sita oleh Negara.
Dalam menangani kasus korupsi, yang
harus disoroti adalah oknum pelaku dan hukum. Kasus korupsi dilakukan oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga membawa dampak buruk pada
nama instansi hingga pada pemerintah dan negara. Hukum bertujuan untuk
mengatur, dan tiap badan di pemerintahan telah memiliki kewenangan hukum sesuai
dengan perundangan yang ada. Namun, banyak terjadi tumpang tindih kewenangan
yang diakibatkan oleh banyaknya campur tangan politik buruk yang dibawa oleh oknum
perorangan maupun instansi. Seharusnya Korupsi harus diberantas, baik dengan
cara preventif maupun represif. Bukan sebaliknya korupsi semakin merajalela di
negeri ini, bagaimana akan maju dan masyarakat kecil bisa hidup kalau uang
rakyat saja dilahab habis oleh pemerintahan kita sendiri. Penanganan kasus
korupsi harus mampu memberikan efek jera agar tidak terulang kembali. Tidak
hanya demikian, sebagai warga Indonesia kita wajib memiliki budaya malu yang
tinggi agar segala tindakan yang merugikan negara seperti korupsi dapat
diminimalisir. Negara kita adalah negara hukum. Semua warga negara Indonesia
memiliki derajat dan perlakuan yang sama di mata hukum.
sumber : Kartini. Kartono. 2003. Psikologi Sosial. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
oke, trimakasih.maaf terlewat,
BalasHapus